Selamat datang di http://hartantoyudi1.blogspot.com, terima kasih telah berkunjung di blog saya

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 28 November 2012

Video Pembeljaran Pembagian Pecahan


Video Pembelajaran sifat bangun ruang


Model Desain Pembelajaran ADDIE


Model desain pembelajaran ADDIE adalah model desain pembelajaran yang menggunakan 5 tahap/ langkah sederhana dalam pengaplikasinnya. Ini merupakan desain pembelajaran yang mudah dipelajari. Sesuai dengan namanya model desain pembelajaran ADDIE ada 5 tahap/ langkah dalam pembelajarannya yaitu Analysis, Desain, Development, Implementation, dan Evaluation.
Kalau kita susun maka akan diperoleh tahapan/ langkah- langkah model desain pembelajaran ADDIE adalah sebagai berikut:
1.      Analisis
Pada langkah ini pendidik/ pendesain sistem pembelajaran harus memperhatikan komponen- komponen penunjang agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Pendesain harus mengetahui terlebih dahulu pengetahuan, karaktreristik, keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik serta kemampuan apa yang perlu dimiliki oleh peserta didik.
2.      Desain
Desain ini merupakan langkah lanjutan setelah analisis. Setelah masalah- masalah dianalisis maka harus dicari solusi alternatif, dengan merancang sistem pembelajaran yang sesuai sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik oleh peserta didik. Dan untuk mengetahui apakah program pembelajaran yang didesain dapat digunakan untuk mengatasi masalah- masalah yang terjadi pada peserta didik atau tidak.
3.      Pengembangan
Langkah pengembangan ini merupakan penjabaran dari langkah desain, setelah pembelajaran di desain maka apa yang ada dalam desain pembelajaran dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Seperti mengembangkan materi pelajaran, strategi pembelajaran, pengembangan media pembelajaran dan penunjang pembelajaran lainnya.
4.      Implementasi
Tahap ini merupakan realisasi dari langkah pengembangan atau dalam kata lain ada proses penyampaian materi dan informasi. Pendidik membimbing peserta didik untuk memperoleh pengetahuan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pendesain juga harus memperhatikan model dan strategi pembelajaran apa yang efektif untuk digunakan dalam penyampaian materi, karena akan mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran.
5.      Evaluasi
Evaluasi ini merupakan proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap program pembelajaran. Penilaian terhadap kompetensi, pengetahuan, keterampilan, sikap peserta didik setelah memperoleh program pembelajaran tersebut. Evaluasi

Video Berhitung Cepat FPB dan KPK


Video Pembelajran Menghitung Cepat


Video Pembelajaran Teorema Phytagoras


Video Materi Kubus


Model Pembelajran Paikem


Model Pembelajaran Berbasis Pendekatan PAIKEM
a. Pembelajaran Aktif 
            Anak didik belajar, 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan (Sheal, Peter, 1989). Pernyataan tersebut nampak sejalan dengan yang diharapkan dalam Kurikulum 2006, yang menginginkan peserta didik mencapai suatu kompetensi tertentu yang dapat diko-munikasikan dan ditampilkan. 
            Kurikulum terbaru kita menginginkan adanya perubahan pembelajaran dari teacher centered ke student centered. Perubahan ini tidak semudah diucapkan, karena pola pembelajaran kita sudah terbiasa dengan cara guru menjelaskan dan menyampaikan informasi, sedangkan peserta didik lebih banyak menerima. Namun bukan berarti kita pesimis dengan perubahan itu, tetapi mungkin pencapaiannya memerlukan waktu. Bagaimanapun habits yang sudah terbentuk lama, untuk mengubahnya perlu kesung-guhan dan kemauan tinggi dari semua komponen yang terlibat dalam pembelajaran.  
Pembelajaran aktif artinya pembelajaran yang mampu mendorong anak didik aktif secara fisik, sosial, dan mental untuk memahami dan mengembangkan kecakapan hidup menuju belajar yang mandiri, atau pembelajaran yang menekankan keaktifan anak didik untuk mengalami sendiri, berlatih, beraktivitas dengan menggunakan daya pikir, emosi-onal, dan keterampilannya. Melalui pembelajaran aktif diharapkan anak didik akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya. Selain itu, mereka secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis, tanggap, sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi yang bermakna baginya.
Guru yang aktif adalah guru yang memantau kegiatan belajar anak didik, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, dan memperbanyak gagasan anak didik untuk dapat dimunculkan. Sedangkan anak didik yang aktif adalah mereka yang sering bertanya, mengemukakan pendapat, mempertanyakan gagasan sendiri/orang lain, dan aktif melakukan suatu kegiatan belajar (Mel Silberman, 2002).
Sayangnya, sebagian guru kurang mampu mengajukan pertanyaan yang menan-tang kepada anak didik, sehingga pembelajaran aktifpun jarang tercipta. Hal ini kemung-kinan disebabkan berbagai hal, seperti alasan klise karena dikejar waktu untuk menye-lesaikan materi hingga tak sempat berpikir ke arah itu, ketidaksiapan guru itu sendiri untuk membuat dan menjawab pertanyaan menantang. Padahal dengan pertanyaan menantang sudah pasti anak didik kita terpacu dan termotivasi untuk mencari jawaban dan itu berarti aktivitas belajar mereka semakin tinggi dan wawasan pengetahuannya akan selalu ber-tambah dari hari ke hari.

b. Pembelajaran Inovatif dan Kreatif
Setiap manusia secara normal pasti memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu yang baru. Demikian juga anak didik, jika dalam pembelajaran disuguhi sesuatu yang baru pasti akan timbul semacam energi baru dalam mengikuti pelajaran. Dengan kata lain, sesuatu yang baru mampu bertindak seperti magnet yang menarik minat dan motivasi anak didik untuk mengikutinya.
Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran dengan memperkenalkan sesuatu yang berbeda yang belum dialami dari sebelumnya. Sesuatu yang baru tidak identik dengan sesuatu yang mahal. Apa yang nampaknya sepele, bisa saja mampu membuat pembelajaran lebih hidup hanya karena sang guru mampu melakukan inovasi. Dalam penciptaan pembelajaran inovatif yang terpenting adalah kemauan dan keinginan guru untuk membuat belajar menjadi menarik untuk diikuti dan menghilangkan kebosanan peserta didik dalam belajar.
Kreatif adalah cara berpikir yang mengajak kita keluar dan melepaskan diri dari pola umum yang sudah terpateri dalam ingatan. Pembelajaran kreatif adalah pembela-jaran yang mengajak anak didik untuk mampu mengeluarkan daya pikir dan daya karsanya untuk menciptakan sesuatu yang di luar pemikiran orang kebanyakan. Kreatif merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris to create yang dapat diurai : C (combine), R (reverse), E (eliminate), A (alternatif), T (twist), E (elaborate). Jadi, seorang anak didik yang berpikir kreatif dalam benaknya berisi pertanyaan : dapatkan saya mengkombinasi / menambah, membalik, menghilangkan, mencari cara / bahan lain, memutar, mengelaborasikan sesuatu ke dalam benda yang sudah ada sebelumnya ?
Melepaskan diri dari sesuatu yang sudah terpola dalam pikiran kita bukanlah pekerjaan yang mudah. Beberapa hal yang mampu membangkitkan pikiran kita untuk menjadi kreatif antara lain : berfantasi atau mengemukakan gagasan / ide yang tidak umum, terkesan “nyleneh”, berada pada satu gagasan / ide untuk beberapa saat, berani mengambil resiko, peka terhadap segala keajaiban, penasaran terhadap suatu kebenar-an, banyak membaca artikel penemuan yang membuatnya kagum dan terheran-heran.
Berpikir kreatif dapat diawali dengan bercanda dan berteka-teki tentang sesuatu, karena berpikir kreatif berlangsung ketika otak dalam keadaan santai. Seorang pemikir kreatif suka mencoba gagasan/ide yang berkebalikan dengan yang dipikirkan oleh orang banyak. Mereka suka melihat sisi-sisi lain yang baginya lebih menarik untuk dicermati dan dipikirkan. Kadang-kadang orang yang berpikir lurus tidak akan dapat “berteman baik” dengan orang yang berpikir kreatif, karena menganggap ia sebagai orang aneh.
Untuk dapat menciptakan pembelajaran inovatif maupun kreatif diperlukan tiga sifat dasar yang harus dimiliki anak didik maupun guru, yaitu peka, kritis, dan kreatif terhadap fenomena yang ada di sekitarnya. Peka artinya orang lain tidak dapat melihat keterkaitannya dengan konsep yang ada dalam otak, tetapi kita mampu menangkapnya sebagai fenomena yang dapat dijelaskan dengan konsep yang kita miliki. Kritis artinya fenomena yang tertangkap oleh mata kita mampu diolah dalam pikiran hingga memunculkan berbagai pertanyaan yang menggelitik kita untuk mencari jawabannya. Kreatif artinya dengan kepiawaian pola pikir dan didasari pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep tertentu lalu kita berusaha menjelaskan/menciptakan suatu aktivitas yang mampu menjelaskan fenomena tersebut kepada diri sendiri atau orang lain.
Guru yang kreatif dan inovatif adalah guru yang mampu mengembangkan kegiatan yang beragam di dalam dan di luar kelas, membuat alat bantu/media sederhana yang dapat dibuat sendiri oleh anak didiknya. Demikian pula anak didik yang kreatif dan inovatif mampu merancang sesuatu, menulis dan mengarang, dan membuat refleksi terhadap semua kegiatan yang dilakukannya.

c. Pembelajaran Efektif
Efektif memiliki makna tepat guna, artinya sesuatu yang memiliki efek/pengaruh terhadap yang akan dicapai/dituju. Pembelajaran efektif artinya pembelajaran yang mampu mencapai kompetensi yang telah dirumuskan, pembelajaran dimana anak didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pembelajaran dikatakan efektif jika terjadi perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Adapun ciri-ciri pembelajaran efektif diantaranya tercapainya tujuan yang diharap-kan, anak didik menguasai keterampilan yang ditargetkan. Belajar dan mengajar akan efektif jika anak didik aktif dan semua aktivitas pembelajaran berpusat pada anak didik. Hal ini karena pembelajaran yang berpusat pada anak didik akan mampu menimbulkan minatnya dan secara tidak langsung mereka memahami konsep dan kaitannya dengan aspek-aspek kehidupan.

d. Pembelajaran Menyenangkan (Joyful Learning)
            Saat ini di berbagai negara sedang trend dan semangat mengembangkan joyful learning dan meaningful learning, yaitu dengan menciptakan kondisi pembelajaran sede-mikian rupa sehingga anak didik menjadi betah di kelas karena pembelajaran yang dijalani menyenangkan dan bermakna. Mereka merasakan bahwa pembelajaran yang dijalani memberikan perbedaan dalam basis pengetahuan yang ada di pikirannya, berbeda dalam memandang dunia sekitar, dan merasakan memperoleh sesuatu yang lebih dari apa yang telah dimilikinya selama ini. Sebagai bangsa yang ingin maju dalam era globalisasi yang kompetitif ini tentunya kita juga ingin merasakan pembelajaran yang demikian.
Semua mata pelajaran dapat dibuat menjadi menyenangkan, tergantung bagai-mana niat dan kemauan guru untuk menciptakannya. Pembelajaran yang dikemas dalam situasi yang menyenangkan, jenaka, dan menggelitik sangat diharapkan oleh anak didik saat ini yang sangat rawan stres karena saratnya materi ajar yang harus dikuasai. Penelitian terhadap beberapa anak-anak sekolah di dunia yang diadakan UNESCO menunjukkan sebagian dari mereka menginginkan belajar dengan situasi yang menye-nangkan (Dedi Supriadi, 1999).
Pembelajaran menyenangkan artinya pembelajaran yang interaktif dan atraktif, sehingga anak didik dapat memusatkan perhatian terhadap pembelajaran yang sedang dijalaninya. Penelitian menunjukkan bahwa ketika seorang guru menjelaskan suatu materi tanpa ada selingan dan anak didik hanya mendengarkan, melihat, dan mencatat, maka perhatian dan konsentrasi mereka akan menurun secara draktis setelah 20 menit. Keadaan ini semakin parah jika guru tidak menyadari dan pembelajaran hanya berjalan monoton dan membosankan (Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, 1994). Lebih lanjut dikemukakan, keadaan ini dapat diatasi apabila guru menyadari lalu mengubah pembelajarannnya menjadi menyenangkan dengan cara memberi selingan aktivitas atau humor. Tindakan ini secara signifikan berpengaruh meningkatkan kembali perhatian dan konsentrasi anak didik yang relatif besar.
Pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat anak didik tidak takut salah, ditertawakan, diremehkan, tertekan, tetapi sebaliknya anak didik berani berbuat dan mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat / gagasan, dan mempertanya-kan gagasan orang lain. Menciptakan suasana yang menyenangkan tidaklah sulit, karena kita hanya menciptakan pembelajaran yang relaks (tidak tegang), lingkuangan yang aman untuk melakukan kesalahan, mengaitkan materi ajar dengan kehidupan mereka, belajar dengan balutan humor, dorongan semangat, dan pemberian jeda berpikir. Dalam belajar guru harus menyadari bahwa banyak kata ”aku belum tahu” akan muncul dan kata ”aku tahu” sedikit muncul, karena mereka memang dalam tahap belajar. Demikian pula guru harus menyadari bahwa otak manusia bukanlah mesin yang dapat disuruh berpikir tanpa henti, sehingga perlu pelemasan dan relaksasi.
Sesuai dengan pendapat Ausubel bahwa belajar akan bermakna jika peserta didik dapat mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitifnya, dan pendapat Bruner yang menyatakan belajar akan berhasil lebih baik jika selalu dihubungkan dengan kehidupan orang yang sedang belajar. Secara logika dapat dipahami, bahwa kita pasti akan belajar serius bila yang dipelajari ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari dan kata-kata atau kalimat yang didengar sudah familiar di kepala kita. Melalui joyful learning diharapkan ada perbaikan praktik pembelajaran ke arah yang lebih baik. Perubahan ini tidak harus terjadi secara draktis, perlahan-lahan tetapi pasti. Perbaikan proses sangat penting agar keluaran yang dihasilkan benar-benar berkualitas.
Seperti diketahui, otak kita terbagi menjadi dua bagian, yaitu kanan dan kiri. Terkadang dalam dunia pendidikan kita lupa akan pentingnya mengembangkan otak sebelah kanan. Secara umum hanya otak kiri yang menjadi sasaran pengembangan, terutama untuk ilmu eksakta. Otak sebelah kanan adalah bagian yang berkaitan dengan imajinasi, estetika, intuisi, irama, musik, gambar, seni. Sebaliknya otak sebelah kiri berkaitan dengan logika, rasio, penalaran, kata-kata, matematika, dan urutan. Untuk menepis hal itu, sebenarnya kita dapat tunjukkan bahwa ilmu apapun mampu digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan otak sebelah kanan, diantaranya dengan cara memahami dan menghafal konsep melalui puisi, nyanyian, maupun permainan teka-teki.
Otak kita adalah bagian tubuh yang paling rawan dan sensitif. Otak sangat menyukai hal-hal yang bersifat tidak masuk akal, ekstrim, penuh warna, lucu, multisenso-rik, gambar 3 dimensi (hidup), asosiasi, imajinasi, simbol, melibatkan irama / musik, dan nomor/urutan. Berdasarkan hal ini, maka kita sebagai pendidik dapat merancang apa yang sebaiknya kita berikan kepada anak didik agar otak mereka menyukainya. Sebagai contoh mengemas pembelajaran dengan menggunakan puisi atau lagu untuk menyimpul-kan materi yang diajarkan, atau melalui teka-teki jenaka untuk mengevaluasi sejauhmana mereka menguasai materi yang diajarkan. 

Model Pembelajaran CTL


Model Pembelajaran Berbasis Pendekatan CTL
Pendekatan CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penera-pannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questinoning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment) (Johnson, 2002).
Sesuai dengan faktor kebutuhan individual peserta didik, maka untuk dapat meng-implementasikan pembelajaran kontekstual guru seharusnya:
*      Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self-regulated learning) dengan 3 karakteristik umumnya (kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan motivasi berkelanjutan).
*      Menggunakan teknik bertanya (questioning) yang meningkatkan pembelajaran peserta didik, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
*      Mengembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (contructivism).
*      Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar peserta didik memperoleh pengeta-huan dan keterampilan melalui penemuan sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta).
*      Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik melalui pengajuan pertanyaan (questioning).
*      Menciptakan masyarakat belajar (learning community) dengan membangun kerjasama antar peserta didik.
*      Memodelkan (modelling) sesuatu agar peserta didik dapat menirunya untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.
*      Mengarahkan peserta didik untuk merefleksikan tentang apa yang sudah dipelajari.
*      Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).

Model Pembelajaran SCL


MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS SCL
            Ada beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan pada saat ini yang berbasis pada Student Centered Learning (SCL). Model SCL sangat digemari karena berbagai alasan, diantaranya:
1.    diterimanya pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran;
2.    adanya pergeseran paradigma pengajaran ke pembelajaran;
3.    adanya pergeseran dari teacher oriented ke student oriented;
4.    adanya pergeseran dari orientasi hasil ke proses pembelajaran;
5.    diterimanya konsep pendidikan sepanjang hayat;
6.    diterimanya konsep multiple intelligence;
7.    semakin mudah dan murahnya akses informasi melalui jaringan dan perangkat TI;
8.    tersedianya buku-buku referensi yang mudah diperoleh. .

Perlu diingat bahwa sebaik apapun model pembelajaran tersebut secara teoretik, tetapi keberhasilannya dalam membantu menciptakan pembelajaran yang kondusif bagi peserta didik sangat tergantung pada kepiawaian guru dalam menerapkannya. Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa keunggulan pembelajaran di Jepang terutama disebabkan oleh peranan guru yang mampu memilih strategi pembelajaran yang efektif termasuk di dalamnya memilih model pembelajaran (Aleks Masyunis, 2000). Guru memberikan warna dan nilai terhadap model yang diterapkan.
Berikut ini akan disajikan beberapa contoh model pembelajaran yang berbasis pada SCL. Contoh suatu model tidak harus ditiru 100% oleh guru, tetapi guru harus dapat memodifikasi sesuai dengan karakteristik peserta didik dan fasilitas yang tersedia di sekolah. Dengan demikian penerapan model pembelajaran tidak membatasi kreativitas guru dalam menjalankan tugasnya, tetapi tetap mampu mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang digelutinya.
Berbicara mengenai proses pembelajaran di sekolah seringkali membuat kita kecewa, apalagi bila dikaitkan dengan pemahaman peserta didik terhadap materi ajar. Mengapa demikian? Ya, karena kenyataan menunjukkan banyak peserta didik mampu  menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi mereka tidak memahaminya. Sebagian peserta didik tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/ dimanfaatkan. Selain itu, peserta didik kesulitan memahami konsep yang diajarkan hanya dengan metode ceramah, apalagi jika konsep yang diajarkan sangat abstrak. Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja.
Banyak pertanyaan muncul di diri guru yang berkeinginan untuk membantu masalah yang dihadapi peserta didiknya tersebut, seperti:
1.    Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua peserta didik dapat menggunakan dan mengingatnya lebih lama konsep tersebut ?
2.    Bagaimana setiap bagian mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh ?
3.    Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan peserta didiknya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari ?
4.    Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari peserta didiknya, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya ?.

Semua pertanyaan itu merupakan tantangan bagi guru untuk selalu berusaha dan berusaha agar dapat menemukan solusi yang paling tepat untuk mengatasinya. Penga-laman di negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi peserta didik dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat:
1.    Mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.
2.    Mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut dapat digunakan di luar kelas.
3.    Mereka diperkenankan untuk bekerja secara bersama-sama (cooperative).

Hal itulah yang merupakan jiwa dan inti pokok dari penerapan model pembelajaran berbasis CTL.